Dago Pakar

Di kota BAndung terdapat kawasan elit yang selalu ramai terlebih apabila weekend atau hari libur, namanya kawasan Jl. Ir. H. Juanda atau lebih dikenal dengan kawasan Dago. Namun pada post kali ini saya tidak akan membahas kawasan tersebut melainkan suatu daerah yang masih seputaran Dago, tepatnya di utara.
Di tempat tersebut terdapat Taman Hutan Raya yang merupakan kawasan konvervasi terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman dengan jenis Pinus (Pinus merkusil) yang terletak di Sub-DAS Cikapundung, DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug DagoDago Pakar sampai Maribaya yang merupakan bagian dari kelompok hutan Gunung Pulosari,

Taman Hutan Raya ini dinamakan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda atau lebih dikenal dengan nama Dago Pakar, dirintis pembangunannya sejak tahun 1960 oleh Bapak Mashudi (Gubernur Jawa Barat) dan Ir. Sambas Wirakusumah yang pada waktu itu menjabat sebagai Administratur Bandung Utara merangkap Direktur Akademi Ilmu Kehutanan, dan mendapat dukungan dari Bapak Ismail Saleh (Menteri Kehakiman) dan Bapak Soejarwo (Dirjen Kehutanan Departemen Pertanian). Pada tahun 1963 sebagian kawasan hutan lindung tersebut mulai dipersiapkan sebagai Hutan Wisata dan Kebun Raya. Tahun 1963 pada waktu meninggalnya Ir. H. Djuanda, maka Hutan Lindung tersebut diabadikan namanya menjadi Kebun Raya Rekreasi Ir. H. Djuanda untuk mengenang jasa-jasanya dan waktu itu pula jalan Dago dinamakan jalan Ir.H.Djuanda.

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda awalnya berstatus sebagai hutan lindung (Komplek Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1922. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 secara otomatis status kawasan hutan negara dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Djawatan Kehutanan. Untuk tujuan tersebut, kawasan tersebut mulai ditanami dengan tanaman koleksi pohon-pohonan yang berasal dari berbagai daerah. Kerjasama pembangunan Kebun Raya Hutan Rekreasi tersebut melibatkan Botanical Garden Bogor (Kebun Raya Bogor) , dengan menanam koleksi tanaman dari di Bogor.

Apabila anda berkunjung ke kawasan TAHURA Ir. H.Juanda ini, anda dapat mengunjungi lokasi-lokasi wisata yang terdapat didalamnya, antara lain :

Curug Dago
image : disparbud.jabarprov.go.id
Curug Dago terletak di bagian Utara Kota Bandung, merupakan kawasan konservasi dan menjadi satu kesatuan dengan kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Saat ini Curug Dago memiliki pemandangan alam ekosistem hutan dan perkampungan Sunda pada kanan kiri aliran sungai Cikapundung. Keindahan air terjun sungai Cikapundung setinggi +/- 15 meter, dilengkapi dengan 2 (dua) buah Batu Prasasti peninggalan Kerajaan Thailand, serta tempat peristirahatan yang sejuk di bawah pohon-pohon hutan.

Curug Omas
image : yoshiewafa.blogspot.com
Curug Omas terletak berdekatan dengan obyek wisata Maribaya. Di lokasi ini terdapat fenomena air terjun dari aliran Sungai Cikawari. Di atas air terjun ini terdapat jembatan yang dapat digunakan untuk melintasinya. Siapapun yang melintasi jembatan ini sungguh akan merasakan dan menikmati fenomena air terjun yang penuh dengan pesona, terlebih lagi saat wisatawan dapat merasakan ketinggian air terjun yang deras setinggi +/- 30 meter, dengan melihat ke bawah nya.
Diatas Curug Omas terdapat sebuah jembatan yang memacu adrenalin siapapun yang melintasinya. Demikian pula di bagian bawah Curug Omas terdapat sebuah jembatan yang melintasi sungai yang mengalir dari atas curug. Selain fenomena air terjun yang menakjubkan, kondisi lingkungan Curug Omas pun masih asri dan berhawa sejuk dan aliran air nya sangat jernih. Arena permainan dengan hamparan rumput yang hijau serta ditunjang dengan sarana prasarana dan fasilitas tempat peribadatan dan peristirahatan yang cukup memadai, menambah keindahan curug ini.
  
Goa Belanda
image : jundiurna92.wordpress.com
Pada masa pendudukan Belanda, perbukitan Pakar ini sangat menarik bagi strategi militer, karena lokasi nya yang terlindung dan begitu dekat dengan pusat kota Bandung. Menjelang Perang Dunia ke II pada awal tahun 1941 kegiatan militer Belanda makin meningkat. Dalam terowongan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Bengkok sepanjang 144 meter dan lebar 1,8 meter dibangunlah jaringan goa sebanyak 15 lorong dan 2 pintu masuk se-tinggi 3,20 meter, luas pelataran yang dipakai goa seluas 0,6 hektar dan luas seluruh goa berikut lorong nya adalah 548 meter. Selain untuk kegiatan militer, bangunan Goa ini digunakan untuk stasion radio telekomunikasi Belanda, karena station radio yang ada di Gunung Malabar terbuka dari udara, tidak mungkin dilindungi dan dipertahankan dari serangan udara.
Saluran/terowongan berupa jaringan goa di dalam perbukitan ini dinamakan Goa Belanda. Pada masa kemerdekaan Goa ini pernah dipakai atau dimanfaatkan sebagai gudang mesiu oleh tentara Indonesia. Goa Belanda saat ini dapat dimasuki dengan aman dan dijadikan sebagai tempat wisata yang penuh dengan nilai sejarah.
  
Goa Jepang
image : bentengindonesia.org
Tanggal 10 Maret 1942 dengan resmi angkatan Perang Hindia Belanda dengen pemerintah sipil-nya menyerah tanpa syarat kepada Bala tentara Kerajaan Jepang dengan upacara sederhana di Balai Kota Bandung. 
Begitu instalasi militer Hindia Belanda dikuasai seluruhnya maka tentara Jepang membangun jaringan Goa tambahan untuk kepentingan pertahanan di Pakar, dimana letaknya tidak jauh dari Goa Belanda. Konon pembangunan goa ini dilakukan oleh para tenaga kerja secara paksa yang pada saat itu disebut “romusa” atau “nala karta”. Goa tambahan ini yang terdapat di daerah perbukitan Pakar tepatnya berada dalam wilayah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda mempunyai 4 pintu dan 2 saluran udara. Dilihat dari lokasi dan bentuknya Goa ini diperkirakan berkaitan dengan kegiatan dan fungsi strategis kemiliteran. Lorong-lorong dan ruang-ruang yang terdapat pada Goa ini dapat dipergunakan sebagai markas, maupun tempat penyimpanan peralatan dan logistik. Goa tambahan yang dibangun pada masa pendudukan Jepang dinamakan Goa Jepang. Goa Jepang saat ini dapat dimasuki dengan aman dan dijadikan sebagai tempat wisata yang penuh pesona karena alam sekitarnya yang sangat indah dan memiliki nilai sejarah.

Patahan Lembang
image : kompas.com
Gunung Api yang disebabkan adanya gangguan alamiah yang disebut tektonik berupa sesar atau patahan hingga membentuk garis letusan dengan letusan lebih dari sepuluh titik. Muntahan yang disebarkan keluar antara lain terdapat di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yan disebut batu pasir tufaan. Fenomena geomorphologi ini merupakan paling khas di wilayah ini yang dikenal dengan istilah Patahan Lembang.
Pada saat sekarang fenomena alam/patahan lembang ini dapat diamati dan kita nikmati sebagai keindahan alam yang penuh pesona dan sangat menarik bagi wisatawan, khususnya bagi mereka yang belajar ilmu geologi/geomorphologi.





sumber :
tahuradjuanda.jabarprov.go.id